Daik Lingga. Pulau ini dalam beberapa
hal kalah tenar dengan Pulau Penyengat, meskipun keduanya punya kaitan historis
yang tidak bisa dipisahkan. Akses yang tidak mudah dan waktu tempuh yang relatif
lama untuk menggapai Pulau Lingga adalah salah satu penyebab mengapa Lingga kurang
popular (setidaknya buat saya) dibanding dengan Pulau Penyengat. Jika kita
membuka lembar-lembar sejarah, kita akan menemukan,
bahwa Lingga merupakan kawasan kerajaan Islam dengan sebutan Kerajaan Riau Lingga. Teritorinya mencangkup Kepulauan Riau sekarang. Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1828 M dengan Sultan Mahmud Syah sebagai rajanya yang pertama. Dialah juga yang memindahkan Kerajaan dari Riau Lama (Pulau Bintan) ke Daik di Pulau Lingga. Masa keemasan kerajaan ini terjadi ketika dipegang oleh Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II yang memerintah pada tahun 1857 – 1883 M. Salah satu kontribusi Kerajaan ini adalah tercetusnya Bahasa Melayu. Pada masa itu bahasa Melayu disejajarkan dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia. Dan tokoh yang punya peran penting dalam perkembangan Bahasa ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarahwan keturunan Melayu – Bugis. Beliau sendiri dimakamkan di Pulau Penyengat.
bahwa Lingga merupakan kawasan kerajaan Islam dengan sebutan Kerajaan Riau Lingga. Teritorinya mencangkup Kepulauan Riau sekarang. Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1828 M dengan Sultan Mahmud Syah sebagai rajanya yang pertama. Dialah juga yang memindahkan Kerajaan dari Riau Lama (Pulau Bintan) ke Daik di Pulau Lingga. Masa keemasan kerajaan ini terjadi ketika dipegang oleh Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II yang memerintah pada tahun 1857 – 1883 M. Salah satu kontribusi Kerajaan ini adalah tercetusnya Bahasa Melayu. Pada masa itu bahasa Melayu disejajarkan dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia. Dan tokoh yang punya peran penting dalam perkembangan Bahasa ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarahwan keturunan Melayu – Bugis. Beliau sendiri dimakamkan di Pulau Penyengat.
Tidak heran jika berkunjung ke pulau
ini, kita akan menemukan banyak situs-situs peninggalan kerajaan Riau Lingga,
terutama yang diekspos di Museum Linggam Cahaya, Kabupaten Lingga. Di museum yang
tidak terlalu besar ini disimpan begitu banyak benda-benda peninggalan
kerajaan, mulai dari alat-alat dapur, hingga mushaf kuno tulisan tangan para
ulama. Sangking banyaknya, sebagian benda-benda peninggalan ini, seperti
gerabah-gerabah, di letakan di luar Museum begitu saja, tanpa perawatan yang
memadai. Namun sayang, di tempat ini kita sudah tidak menjumpai lagi bangunan
kerajaan. Yang ada hanya tinggal puing-puing, dan bekas pondasi bangunannya.
Namun demikian, kita bisa melihat replika kerajaan di dekat bekas reruntuhan kerajaan
yang dipelihara oleh Dinas Pariwisata Kebbupatan Lingga. Dari sini kita bisa
melihat kekhasan kerajaan Islam Riau Lingga hingga singgasana kerajaan.
Dominasi warna kuning, seperti halnya masjid penyengat, menjadi ciri utama
bangunan-bangunan bersejarah Kerajaan ini. Tak terkecuali masjidnya, yang
berjarak kurang lebih 4 km dari Museum Linggam Cahaya.
Namun, kebesaran sejarah kerajaan
Islam ini tidak berbanding lurus dengan kondisi Daik Lingga saat ini. Di tempat
ini, nyaris tidak ada sentuhan-sentuhan pembangunan, insfrastruktur yang
memadai sehingga kawasan ini tertinggal cukup jauh terutama jika dibanding misalnya
dengan pulau-pulau yang dekat dengan pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Namun,
di luar itu semua, pemdangan dan keasrian pulau ini tidak akan membuat saya
lupa akan eksotisme tempat ini. Juah dalam lubuk hati, ingin rasanya kembali menjejak
tanah Lingga.. Entah kapan. Salam buat sahabat-sahabat ku yang berjuang di
sana, Ustadz Nizar yang mendirikan Pesantren Tahfidz, Fadli, pegawai museum
Linggam Cahaya, dan Teungku Awal… sahabat baik Pesantren Madrasatul Qur’an
Tebuireng Jombang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar