Social Icons

Selasa, 16 Desember 2014

Eksotisme Pulau Daik Lingga

Daik Lingga. Pulau ini dalam beberapa hal kalah tenar dengan Pulau Penyengat, meskipun keduanya punya kaitan historis yang tidak bisa dipisahkan. Akses yang tidak mudah dan waktu tempuh yang relatif lama untuk menggapai Pulau Lingga adalah salah satu penyebab mengapa Lingga kurang popular (setidaknya buat saya) dibanding dengan Pulau Penyengat. Jika kita membuka lembar-lembar sejarah, kita akan menemukan,
bahwa Lingga merupakan kawasan kerajaan  Islam dengan sebutan Kerajaan Riau Lingga. Teritorinya mencangkup Kepulauan Riau sekarang. Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1828 M dengan Sultan Mahmud Syah sebagai rajanya yang pertama. Dialah juga yang memindahkan Kerajaan dari Riau Lama (Pulau Bintan) ke Daik di Pulau Lingga. Masa keemasan kerajaan ini terjadi ketika dipegang oleh Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II yang memerintah pada tahun 1857 – 1883 M. Salah satu kontribusi Kerajaan ini adalah tercetusnya Bahasa Melayu. Pada masa itu bahasa Melayu disejajarkan dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia. Dan tokoh yang punya peran penting dalam perkembangan Bahasa ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarahwan keturunan Melayu – Bugis. Beliau sendiri dimakamkan di Pulau Penyengat.
Tidak heran jika berkunjung ke pulau ini, kita akan menemukan banyak situs-situs peninggalan kerajaan Riau Lingga, terutama yang diekspos di Museum Linggam Cahaya, Kabupaten Lingga. Di museum yang tidak terlalu besar ini disimpan begitu banyak benda-benda peninggalan kerajaan, mulai dari alat-alat dapur, hingga mushaf kuno tulisan tangan para ulama. Sangking banyaknya, sebagian benda-benda peninggalan ini, seperti gerabah-gerabah, di letakan di luar Museum begitu saja, tanpa perawatan yang memadai. Namun sayang, di tempat ini kita sudah tidak menjumpai lagi bangunan kerajaan. Yang ada hanya tinggal puing-puing, dan bekas pondasi bangunannya. Namun demikian, kita bisa melihat replika kerajaan di dekat bekas reruntuhan kerajaan yang dipelihara oleh Dinas Pariwisata Kebbupatan Lingga. Dari sini kita bisa melihat kekhasan kerajaan Islam Riau Lingga hingga singgasana kerajaan. Dominasi warna kuning, seperti halnya masjid penyengat, menjadi ciri utama bangunan-bangunan bersejarah Kerajaan ini. Tak terkecuali masjidnya, yang berjarak kurang lebih 4 km dari Museum Linggam Cahaya.

Namun, kebesaran sejarah kerajaan Islam ini tidak berbanding lurus dengan kondisi Daik Lingga saat ini. Di tempat ini, nyaris tidak ada sentuhan-sentuhan pembangunan, insfrastruktur yang memadai sehingga kawasan ini tertinggal cukup jauh terutama jika dibanding misalnya dengan pulau-pulau yang dekat dengan pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Namun, di luar itu semua, pemdangan dan keasrian pulau ini tidak akan membuat saya lupa akan eksotisme tempat ini. Juah dalam lubuk hati, ingin rasanya kembali menjejak tanah Lingga.. Entah kapan. Salam buat sahabat-sahabat ku yang berjuang di sana, Ustadz Nizar yang mendirikan Pesantren Tahfidz, Fadli, pegawai museum Linggam Cahaya, dan Teungku Awal… sahabat baik Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng Jombang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Facebook

https://www.facebook.com/mustofa.acep

Sample Text

Sample Text